Rabu, 25 Juli 2012

typical romance... :)


"rasa"
by Hadi Tasman on Sunday, January 16, 2011 at 11:14pm ·

Kepada terkasih yang selalu memberi lebih dari sekedar romansa perindu cinta,.
Kata-kata adalah perantara rasa jiwa dan makna yang tidak sesungguhnya, namun sayang kata-kata sangat tidak merepresentasikan hakikat ksejatian rasa, ia gagal..ia hanya menandakan, memberi ciri, membantu menunjukan indikasi keberadaan rasa..tapi sangat tidak merujuk kepada substansi wujud otentik yang sesungguhnya.
Begitu juga kata-kata dalam essai singkat ini dengan seadanya ku rangkaikan..jauh dari konkrit rasa yg ingin disampaikan, aku hanya mampu menuliskan fenomena yang sedang terasakan, namun tidak noumenanya..karena aku hanya sebatas mendapati aksidensinya tapi bukan eksistensinya, benar-benar rasa ini tak terwakilkan kata-kata serta pribahasa berjuta makna, aku terlalu naif..sedang rasa ini begitu pragmatis, ia mewakil kepada bentuk-bentuk yang tak kumengerti, berwajah multi dan sangat tak biasa...terlalu sederhana jika kubuat selayak puisi 3 jaman dengan rujukan buku-buku sastra murahan, ia cantik mempesona seumpama golden pheasant serta mewah bagai bermahkota dan tahta, sedang aku sangat jelata dan awam, papa lagi bertelanjang..ia juga begitu kuat menggebu-gebu mencoba berontak mendobrak sekat dada namun aku lemah, limbung bagaimana mengatakannya, aku teramat malu dan tersipu menyedihkan...aku merasa sakit tak berkesudahan dengan kegelisahan yang menggerus daging tipis di sela-sela tulang rusuk-ku ketika rasa itu hadir, menggigil tak tertahankan, getir tak terbasuh, kering diam membatu dan kemudian tertawa menggila...biar ia teriak sekuat tenaga memekik dari sudut terdalam hati ini, namun tak sedikitpun aku mampu bersuara barang mendesis, rasa itu selayak tersesat menemukan jalan keluarnya sendiri dalam labirin yang sudah tak jujur lagi seperti dulu..memang sudah tak sejujur dulu. 

Pemikir

Yang terkasih, akulah peragu yang selalu dan tak bosan meyakinkan diri, juga pendosa yang tak berputus asa dalam berdoa agar semua menjadi baik..indah memang bukan selalu yang terkatakan, lebih dari itu, aku mengagumimu bagai menenggarai saat bulan muncul malu bertelanjang..melihatmu, jauh melebihi perasaan haru saat kita duduk bersandingan di puncak bromo menunggu detik demi detik pijar fajar merah menguning ke-emasan membelah langit dan menggairahkan dunia di hari ke 31 bulan ke 3, kebanggaanku atas kamu jauh dari sperti menggenggam seisi dunia. Sering laku-ku berbanding terbalik dengan yang ku rasa terhadapmu, itulah sebab lebih banyak ku murung ketika kau berhenti sejenak memandangiku..aku menjadi seorang asperger yang tak pernah bisa benar menyelaraskan perasaan gembira yang gemilang, aku mati berekspresi, sungguhpun aku bergeming berucap malah bukan kata yang seharusnya kukatakan. Aku memang tak pernah bisa gamblang, selalu salah paham dan berselisih dengan keadaan..bergelisah jika tenang, seolah ada yang salah dan memang harus ada yang tidak semestinya, menunggumu beramarah..karena marahmu adalah bagian tersendiri yang selalu kurindukan sekaligus ku khawatirkan untuk tidak bisa lagi kudapati..hanya dengan begitu ku yakin masih ada aku dipikiranmu, namun entah hatimu.
Yang terkasih, jika memang sudah waktunya..biarlah semua menjadi sebagaimana sedia kala seperti sebelum kita saling memulai dan kemudian mempersalahkan, air akan kembali ke hilir, malam akan berganti terang, hujan akan berhenti dan tanah mengering, semua akan meranggas mengulang kembali awal semula..yang kita beri akan kembali diserahkan, apa yang ada perlahan menjadi memudar dan hilang menunggu untuk kembali ditemukan, bukan oleh kita...
grass flower

Yang terkasih, tetap bertutur dengan kata-kata meski tanpa berbicara, tapi biar kemudian rasa yang memberi makna.

Senin, 23 Juli 2012

another story i wrote...


Wajah langit..
by Hadi Tasman on Wednesday, August 25, 2010 at 10:23pm

Ada waktu yang sering kutunggu-tunggu tapi tak kuharapkan hakikatnya, waktu yang jelas2 menyakitkan tapi sekaligus merindukan, mirip sebuah paradoks, tapi persis seperti de-ja-vu, waktu dimana aku menjadi bingung akan sikap dan pikiranku, waktu dimana hati bergairah sedang badanku lelah, waktu dimana diam adalah pilihan terakhir agar ada kesempatan kembali berbicara sendiri dari hati ke hati, waktu untuk memikirkan apa2 yang sudah ku langkahi sejauh ini....waktu dimana aku bisa melakukan hobi aneh yang selalu berulang-ulang dengan periode tak tentu namun pasti...waktu bagi lisanku istirahat dan hatiku saling bercengkrama...waktu hampir lewat setengah berjalan melampaui malam.
Seperti malam ini...


wajah langit

Malam yang hampir setengah ramadhan, sudah mulai akalku berfikir yang tidak2...aku menyudut diantara remang temaram bulan dan bintang yang sedang malu bertelanjang, diatas loteng yang agak tinggi agar aku mendengar bisikan riuh bunyi2an kota yang lama tanpa sengaja sudah tak kuperhatikan semenjak lulus SMA, berfikir agar aku menjadi lebih dekat kepada sang Rabb...aku coba membelalak, memang nyata2 mata ini cuma melihat guratan awan yang sepertinya sedang merengkuh hangat bualan sang bulan, serta bintang yang sedikit gemintang memayung bumi - yang kalau ku rasa2 sedang berusaha keras agar tetap berputar sehingga tetap terlihat gagah rupawan...macam betul kata2 sejenis ini sekejab muncul dri pikiran nyleneh dan diketik dengan 2 jempol se-ekor bujangan yang sedang kurang kerjaan seperti aku...
Tersadar sedang mencoba menggali apa2 yang akan ku renungkan untuk kemudian ku bicarakan dengan diri sendiri...merebahkan badan dengan menghadap langit sangat membantu membuatku menjadi jauh lebih dingin dan tenang, sedikit santai sambil merapal doa2 sampai sukmaku dapat seolah melayang mencari kesenanganya sendiri....setelah itu baru aku berani berucap-ucap sendiri dengan hati.
kutegaskan mata ini memang kecil2, tapi ternyata dapat membuka ruang pandang yang luas seumpama gelaran horison angkasa, di sudut barat sisi mataku ada gumpalan awan yang seolah menjauh memisahkan diri dari kelompoknya, entah tertiup angin atau karena perbedaan tekanan udara (pikirku), susunannya unik menyerupai bentuk2 tertentu dengan tekstur yang sepertinya berdegradasi kalau bisa disentuh jemari, entah kenapa jadi mengingatkanku akan wajah2 yang sepertinya pernah ku kenal barang 5-10 tahun silam dan seterusnya...wajah-wajah yang sudah pergi merelakan duniawinya beserta keluarganya yang sekarang hanya bisa dikenang dan diingat dalam doa2 dan shalat2 ter-khusyuk dari yang masih menyayanginya...
aku hening sejenak...~
Agak sedikit mengabur memandangi langit gelap sedikit membiru kelabu, tarikan nafas agak dalam membuatku makin jelas merapatkan raut air wajah2 itu di dalam pikirku yang agak lungkrah..apa iya kita bisa bertemu lagi??itu yang selalu kutanyakan tiap keadaan seperti ini mewujud.
Ada teman yang pernah ku selalu berencana tentang masa depan macam apa yang hendak kita gubah nanti 10 tahun mendatang, jangan sampai ijasah kita hanya usang dalam map lusuh direngkuh jaman, sudah kenyang kita habiskan malam dengan melantur tentang apa saja yang selayaknya anak baru lulus SMA bicarakan,...berjanji dan menyepakati bahwa kita akan berkumpul lagi 15 tahun mendatang dengan keadaan yang sangat jauh lebih baik dari masa itu, ragu dan bingung kita raba bersama hingga ketemu ujungnya...namun bukannya selesai, malah lebih sering kita tinggalkan setengah terurai...masa bodo sisanya.
Tapi apa nyatanya sekarang?? Air tak seutuhnya selalu sampai ke muara,...jangankan 10 tahun mendatang, bahkan 2 tahun setelah kita terakhir bicara dia menyatakan diri lelah dan dengan semena-mena menyerahkan harap2 itu menjadi milikku saja...biar dia menyelesaikan bagiannya dengan cara yang berbeda di sebelah alam sana.
Hancur benar rasanya kekecewaan ku saat itu...sudah kecewa karena dia tak sanggup mengakhiri ksepakatan sesuai rencana, dihancurkan pula rasa kecewa itu dengan kepergian dirinya yang tanpa tanda..tapi mau bilang apa??
Ada juga wajah pemuda begajulan dalam masa remaja-nya yang singkat, kenakalan-nya yang tak wajar dijadikan alih-alih alasan kekurangan kasih sayang dari ibu-nya yang tak berkewajiban dalam agama..suatu x menjelang mangkat-nya diberikan olehnya kepadaku (yang waktu itu berumur 7 tahun) seuntai kalung kuku harimau jawa, sedikit lebih ia katakan benda itu berdaya magis, aku ingat2 bagaimana ia bisa menyerahkan benda macam itu kepada seorang laki2 kecil...ajalnya yang tak sempat kusaksikan membuatku selalu bergumam tentang bagaimana ia menghabiskan masa penantian-nya disana..."mas,tak kirimke koe doa ae", begitu aku akrab memanggilnya.
Dan jauh waktu sebelum kisah itu.........


Wajah langit ll

by Hadi Tasman on Wednesday, August 25, 2010 at 10:26pm ·
Dan jauh waktu sebelum kisah itu,.... ada peristiwa yang saat ini masih menjadi rating tertinggi dalam ingatan hidupku, peristiwa yang dengan auranya masih dapat membuatku tetap berjalan mengikuti garis putus2 penuntun jalan hidup yang haq dalam lingkup-ku sendiri.....sudah menjadi sejarah pribadi yang hampir reot, tapi masih hangat di pikiran, mengiringi perjalananku yang mudah2an baru 1/3 bagian...seorang yang baru kusadari besar kasih sayangnya, luar biasa tepo seliro-nya, justru sesudah lamanya dia tiada, semakin lama beliau pergi semakin kuat batin ini merasakan welas asih dan perhatiannya...tak pernah kunjung datang dalam mimpi, tapi seperti selalu menuntunku selayaknya dulu aku di-titah belajar jalan semasa balita...mengingat lembut namun tegas tutur lisan dan khas cengklok keroncongnya jika sedang menembang mengiringiku ke peraduan. Semua kenangan ini selalu membuat ekspresiku perlahan jadi asam dan melelehkan air mata...sudah sedewasa ini saja tak membuatku berkeras hati menahan sedih yang mendalam jika membicarakannya,..1 lagi, beliau yang tak pernah selesai sekolah dasar/malah tak sama sekali pernah sekolah, aku lupa, namun memiliki ragam tulis tangan yang rapih...sambung-menyambung miring ke kanan berjenjang seperti padi tertiup angin, selalu ia tulis hari jawa dan tanggal yang berkenaan dengan tiap peristiwa membahagiakan di buku kecil yang selalu ada dibawah bantal biasa ia pakai tidur...semisal waktu dimana pertama aku bisa berjalan "senin wage 30 maret 19...." sekali kulihat catatan hari-hari dimana aku pertama kali bisa bicara, berlari...dan hari dimana untukku upacara kurungan yang terkadang orang tua jawa lakukan untuk anak2 mereka. Begitu detail dan sangat men-camkan segala kejadian yang ada....mirip update status di facebook kalau sekarang ini. Rasanya mengais risau perasaan tiap kali mengenang....tapi membuatku merasa hangat dalam kekakuan pikiran, membuatku merasa seperti baru kemarin masih berjumpa dan dengar hardik kecilnya....habisss rasanya perenungan jiwa untuk mencoba mendalami dan memaknai kehadiranku yang tak terpikir hingga begini jadinya...bersyukur tanpa berkata-kata.
Ada beberapa wajah lagi yang selalu dengan halusnya menyelinap menggoda hati mengingatkan untuk segera berkirim doa atas mereka,...mudah-mudahan aku tidak pernah lelah berdoa dalam doa2 yang seadanya meminta agar aku dapat selalu berdoa dengan se-khusyuk2nya untuk mereka...
Selalu ingatkan aku saja untuk menengadah ke langit walau beberapa waktu sekali, sehingga segera ku dapat melihat wajah-wajah itu lalu kudapat berkirim doa.....semoga pada ramadhan ini diberikan kepada mereka serta umat muslim lain yang telah berada lebih dulu kepadaNYA pengampunan yang sebaik mereka harapkan dan DIA janjikan...Amin ya Rabbal alamin.
Apa saya bisa jumpai mereka lagi suatu ketika berbeda dengan ikatan rasa yang sama??

Makam ibu Imsiyah binti Samsuri

15 ramadhan 1431 / 25 Agustus 2010

my re-post..


Welcome home “Boy of The Month”…kata siapa dia gak cantik??!

by Hadi Tasman on Friday, March 5, 2010 at 10:01am ·

baby boy
Welcome home “Boy of The Month”…kata siapa dia gak cantik??!

Menatap, meremah, dan memanjat mendekat tempat terdekat dari keindahan abadi, sudah biasa kalau dibilang seperti itu adanya.
Tapi lain jika membuang muka, pukul, lalu berlari menjauhi tempat terdekat yang kita inginkan….

Sering kucuri pandang terhadap bola matanya yang bersinar penuh warna-warni macam pelangi, kelopaknya cantik sedikit menggaris sipit (jika tante-tante masa kini bilang itu keriput yang membawa penuaan dan segera di oles cream anti aging, di wajahnya semua menjadi kecantikan yang juara) kulit wajahnya kuning langsat meranum menyentuh hangat perasaan, rona di simpul pipinya lucu dengan urat-urat merah halus saling bertautan, suaranya jernih melantun lembut,..padahal tak berkata-kata, jika tertangkap mata, ku bilang saja ada belek ditepian matanya.
Aku tahan jemarinya yang ingin mengikat helai rambutnya,.biar tetap tergerai wangi ditiup angin kemudian menghalangi ruang pandangku di jalan setapak rimbun pepohonan, kubilang saja rambut yang sering di-ikat mudah rusak. Disisi sebelah kiri masih ada rerumputan ilalang yang selalu kamu cabut untuk digigit-gigit lalu dimainkan di telingaku, bikin geli saja, juga masih ditempat yang sama namun agak sedikit ke barat, sungai yang airnya memusar dan kamu bilang seperti awan yang selalu muncul ketika kita berbaring merumput di taman menatap langit. Aku masih ingat banget…bagaimana dengan kamu??
Sering kita bersepeda dengan mahkota daun mangga yang kamu buat lalu paksa aku untuk pakai, memalukan….
genggamanmu selalu membekas di pergelenganku tiap kali kita bersepeda dan kukayuh cepat sepeda itu…tapi tak pernah kamu bilang takut meski begitu nyatanya, jika di bukit belakang tempat tujuan yang kita benci karena baunya selalu seperti tanah basah…tapi kita lebih sering kesana untuk berburu *kinjeng, yang dalam bahasaku disebut capung,

*(dragonfly ; konon mirip miniatur naga).

Menatap, meremah, dan memanjat mendekat tempat terdekat dari keindahan yang aku tak tahu meng-abadi atau tidak, karena kamu belum tentu ingat itu semua….

Di sebelah barat tepi sungai kita juga sering merompak ikan-ikan kecil yang bersembunyi di bawah bebatuan berlumut, licin, basah, lembek, penuh perhatian meraba takut-takut malah ular yang didapat. Aku ingat ada satu waktu seolah detik terhenti barang sesaat (aku berharap waktu tak berjalan selamanya) ketika sesekali gerai rambut panjangmu setengah terikat dan ujungnya menyentuh permukaan sungai karena merunduk, pantulan sinar matahari dari air sungai menyinari raut wajahmu yang begitu tomboy menawan seolah disinari setting lampu terbaik dalam film box office.
Berkeringat, berlumpur, sambil senyum-senyum mencibir …tapi tetap saja cantik untuk-ku. Di atas sungai tepat di kepala kita ada jembatan jalan kereta yang kita pasti bersorak menyuruh kereta untuk mandi sejenak kalau-kalau lewat, karena kamu bilang kereta-kereta itu pasti kotor, berdaki dan bau karat, hehe,..ada-ada saja. 

puppets given

jika senja menjadi merah rendah dan lantunan ayat-ayat mulai bersuara dari surau-surau….itu tandanya bagi kita untuk mengganggu itik dan bebek, kacaukan barisan mereka dengan percikan air tepi sungai, biar pak gembala menggerutu lalu kita berlalu, pulang dengan tamarind di mulut kita melewati jalan-jalan setapak penuh kenangan hingga kini,..dan kita tunggu hari itu berulang beberapa tahun lagi….
atau malah jangan-jangan tidak sama sekali…

Menatap, meremah, dan memanjat mendekat tempat terdekat dari keindahan.
Maukah kamu menceritakannya untuk-ku,…
jika kamu masih ingat…

“March 5th to 31st”

"titiknolzero's Ramadhan expedition l" (last year)


titiknolzero's Ramadhan expedition l

by Hadi Tasmanon Monday, August 29, 2011 at 3:11pm 

Kulihat bulu matanya bergeming oleh kelopaknya yang bergetar, sedikit basah ditepi kerutan karena air matanya yang selalu menggenang dan sesekali mengalir turun, mulutnya yang sudah tak bergigi bergerak-gerak mengamini setiap doa yang didengar dari masjid seberang kidul rumah..aku duduk bersebelahan seperti tahun-tahun sebelumnya, tapi dia sudah tak banyak bicara, seperti malu dengan apa yang ada pada dirinya saat ini, meski dari matanya aku tahu dia ingin sekali banyak berkata-kata seperti tahun yang sudah-sudah, bertanya mengenai seperti apa aku sekarang dan bagaimana sebagainya dikota sana, kita seolah hanya duduk sebagai dua orang laki-laki sama dewasa yang sedang menunjukan ketangguhan masing-masing...

Disebuah kota kecil yang telah banyak membesarkan orang-orang besar yang meninggalkannya. Hampir ku ulang-ulang selama lebih dari 10 tahun untuk kembali mengunjungi, selepas batas kota Jakarta dan menyusuri arah yang sama karena tak pernah sekalipun ada jalur lain yang dibuat setelah sekian puluh tahun lamanya negeri ini merdeka, kemudian kusebut sebagai 'jalur mutlak', rute yang mana hanya ada satu-satunya terowongan terpanjang diantaranya yang menjadi indikator bahwa kota tujuanku sudahlah dekat, ''Terowongan Hijau'' (baca:ijo) - bukanlah arti dari warna yang menjadi wallpaper di terowongan tersebut adalah hijau, strip hijau, hijau polkadot, hijau kotak-kotak atau hijau sebagainya, karena sepanjang terowongan yang kulihat setiap berkereta semenjak kecil hingga kini hanya gelap gulita, tidak juga terkait nama band yang sempat menjadi booming sesaat, karena jelas-jelas dia sudah ada pada jaman di saat Governor General Herman Willem Daendels membuka jalur pos (De Grote Postweg) Anyer-Panarukan dengan darah para bumiputra sebagai tumbalnya, tapi entah alasan apa diberikan namanya demikian. Jika ku berkesempatan mendapati siang hari diperjalanan, dapatlah sekilas kulihat bocah-bocah kecil bersorak disungai-sungai sepanjang jalan membentang meminta receh dengan kalimat bahasa yang cenderung hapalan diulang-ulang berlogat kental daerah seperti kaset rusak;
''would you please to hand me some pence my lord?'', rasa-rasanya tidak sekeren itu juga.

anak sungai 
Terowongan ijo

ijo
Atau selain itu ada juga wanita-wanita muda cantik belia/tua renta berbalut selendang tipis bermandi disela-sela bebatuan besar sungai bawah jembatan tempat keretaku berlalu, biasanya hanya senyum memandang sambil memegang erat selendangnya, tapi sepertinya tidak berharap diberikan uang receh untuk kemudian menjadi bersedia menyibaknya sejenak, belum pernah kutemui yang seperti itu sih,.. Sisanya hanya kerbau berkubang bersama sang tuan yang memanggul ikat rerumputan, bebek-bebek yang terpana dihipnotis gembalanya, atau...muda-mudi yang merekam lewatnya tiap kereta dengan Hp mereka dan merupakan fenomena yang baru kulihat saat ini semenjak 10 tahun terakhir berkereta.
Ada saatnya kereta menjadi berjalan perlahan, ada daerah yang berkontur dataran tinggi dengan pemandangan yang aduhai elok dipandang - 'Bumi Ayu', pada jalur ini kereta akan berkelok perlahan menanjak seolah memberi kesempatan bagi passenger-nya bernikmat-nikmat sejenak sambil membatin subhanallah. Disini, dapat terlihat rapih berjajar sawah ''sengkedan'' (dalam bahasa dikenal Terasering atawa sawah tadah hujan) dengan sistem irigasi seperti punden berundak, pohon2 berlomba-lomba meninggi di lembah dan ngarai mengiring anak-anak sungai yang jernih dan bergemericik airnya, kabut yang seolah runtuh memayung perbukitan, dan jika waktu fajar/senja maka dapatlah terlihat lembayung matahari ke-emasan 'memerah' (e' pertama dibaca seperti membaca 'elang, e' kedua seperti membaca 'enak). Jika kuintip keluar melalui jendela terbuka, maka dapatlah terlihat ekor kereta berkelok melenggok patuh mengikuti sang lokomotif yang meraung-raung dengan cerutu berasap, kalau dulu sih masih ku percaya diri untuk berteriak-teriak kegirangan, coba sekarang, pastilah segera diamuk masa..bagian ini yang terfavorit dan juga kerap mengingatkanku pada seorang teman kecil dulu, gadis tomboy dengan rambut panjangnya yang tak pernah terurus. Tiap kuintip keluar jendela kereta, tak mau kalah ia lebih heboh mendesak-desak dan keras bersorak, rambut megaloman-nya menghalangi ruang pandang serta menggaruk-garuk wajahku tertiup angin membuat iritasi hidung dan mata, suara kalengnya bikin telinga pekak dan mengundang perhatian penumpang segerbong, teriakannya membuat mereka berfikir ada anak yang terjepit batang lehernya dijendela, seperti itu terus tiap kali keluarga kita berdua bersama berkereta, mungkin cuma aku saja teman yang masih saja memaklumi kelakuan tak wajarnya saat itu, tapi kini kuyakin pasti dia berubah wujud menjadi gadis manis lembut perangai halus tutur idaman tiap lelaki.
bumi ayu senja

bumi ayu

Seperti itu kira-kira serba-serbi berkereta yang sebenarnya lebih beragam kisahnya, kurang lebih 8 jam perjalanan jika tanpa macet dan kempes ban maka segalanya aman sampai ditujuan, setibanya kereta bekas negri orang yang kutunggangi ditempat tujuan, kujejakan kaki kiri lebih dulu (mengikuti prinsip kaki mana duluan tergantung arah kereta jalan) di peron melangkah keluar stasiun sambil berucap Alhamdulillah,... kupuaskan hati untuk mrnghirup udara khasnya senikmat aku bisa, sejuk beraroma dedaunan rimbun berseling sedikit bau telpong (istilah untuk kotoran kuda), akan menjadi asing dan tidak sedap bagi yang tidak sempat atau tidak pernah besar dan tumbuh dikota ini, namun bagi yang pernah, ini adalah aroma khas yang sangat mungkin dapat membangkitkan ingatan gairah masa kecil penuh gelora, disertai bunyi-bunyian tapal kaki kuda menjejak aspal menjadikan suasana semakin berasa ke-desaanya, sesekali pak delman menawarkan jasa duduk-antar dengan bahasa kedaerahan yang halus maknawinya;
''need a ride?''
rasa-rasanya tidak begitu juga, tapi lebih kepada bahasa yang membuat si komunikan merasa bahwa diantara mereka ada yang berstatus sosial lebih tinggi dari yang lainnya - Kromo Inggil, terminologi yang pernah kutemukan di sosiologi anthtropologi SMA dan dibuktikan dengan penuturan mbah Kakung-Uti. Kemudian ada juga bapak penggenjot becak yang tidak kalah sopan mem-prospek calon penumpang dengan topi camping yang disematkan didada sebagai tanda hormat (bagi yang memakainya), tapi ternyata belakangan ada juga tukang ojek jika ingin lebih cepat sampai tujuan.
Secara pribadi, dari ketiga tersebut lebih kupilih becak, lebih ramah lingkungan, lebih mendramatisir suasana dalam menikmati perjalanan, dan itung-itung sedikit bersedekah dengan memberi lebih dari tarif yang ditentukan, karena secara logika, tukang becak (maaf) terasa menempati status sosial terendah ketimbang lainnya,..beberapa film/cerita pasti menyertakan tukang becak sebagai simbolik dari kemiskinan dan pihak yang menarik simpatik.

kebumen
Terlepas dari itu semua, perjalanan panjang dan penuh nikmat tersebut kulalui hanya untuk memenuhi hasrat tertabung selama hampir 1 tahun dan ter-debet pada momentum tertinggi ini, lebaran bersama keluarga besar dan sanak saudara sekaligus kembali menilik sedikit dari mana aku dulunya berawal..
Ada sosok yang berjasa dalam manifes keberadaanku, beberapa sudah berkalang tanah namun beberapa yang masih ada, dan menjadi salah 1 alasan mengapa ada beberapa nama dalam tiap doa kupanjatkan.
Sosok sepuh saat ini yang menjadi pangkal dari akar historis keluarga besar, adalah beliau yang nama tengahnya menjadi nama awalan bagiku, dan nama awalnya menjadi nama penghormatan bagi nama belakangku...
Waktu kecilku bersamanya yang singkat dulu adalah saat dimana banyak beliau memperlihatkan dan seolah mengajarkan tentang bagaimana jika menjadi seseorang lelaki dewasa, kakak, ayah dan sekaligus kakek, pemimpin bagi keluarga, dan tauladan bagi saudara..Ketegasannya sebagai simbol betapa besar amanah yang sedang di emban, keuletan dan kejujuranya adalah kesadaran akan sebuah tanggung jawab yang selalu dia perjuangkan. Kerja kerasnya, sejarah kebesarannya, merupakan ilmu yang tak pernah menggurui namun akan memberikan banyak hikmah jika aku bisa berguru kepadanya, sisanya kuanggap sebagai salah satu unsur pemenuh yang manusiawi... adalah ayah dari 8 anak dan 16 cucu yang saat ini kudapati telah renta keadaanya, kali kesempatan terakhir tahun lalu kulihat ia masih tegap dan pandai mengurut kronologis cerita masa bersejarah dalam hidupnya - tahun, bulan, hari, weton masih lengkap disertakan, tapi sekarang mengurut nama anaknya saja sudah bukan hal mudah, lantang dan jelas suaranya kini menjadi parau serta gemetar terdengar, meski demikian ia bersikeras masih merasa sesehat dan se-prima sebelumnya, bercerita sebisanya meski kemudian melantur entah kemana..lalu dia hanya tertawa merasa lucu sendiri, sedikit menyadari ke-pikunanya, aku pun tersenyum sedikit sambil menahan sesuatu di batin. untuk berjalan, ia meraih lenganku untuk menopang...menyeret kaki bergantian perlahan, kalau dulu kuingat, aku yang dititah belajar jalan, kini ia seolah meminta kembali jasanya untuk kupapah kemana ia inginkan, ada kalanya ditengah malam berkeras meminta pergi keluar - yang menjadi kebiasaanya dulu setelah selesai mendengarkan kisah wayang dari siaran radio setempat, tentu saja harus kualihkan agar mau tidur kembali. Ingatannya seperti hilang sebentar-sebentar, selalu merasa belum makan padahal baru habis 1 piring nasi lengkap beserta penyertanya, repotnya tiap makanan haruslah dilembutkan sebelum bisa ia telan, jadi ingat kecilku disuap makan nasi tim, kini kembali ia minta jasanya dulu. Kendur kulitnya ketika kupijat serasa tak berotot, jika dulu ku diberi tajin agar kencang dan montok, maka tidak berlaku baginya. Banyak hal berbeda yang ia tunjukan, tapi masih ada yang tidak berubah, meski harus dipapah dan lamban bergerak, ia bersikeras untuk tetap sholat berdiri, terkadang lupa berapa rakaat sudah dia jalani, bingung apakah sudah sujud atau baru akan ruku, sudah selesai salam kemudian berdiri tiba-tiba kembali takbiratul ikhram, lainnya memaksa untuk tetap makan sahur dan puasa seperti sedia kala,..

Radio yang biasa dipakai untuk mendengarkan siaran Wayang

Sepertinya ia lelah, tapi seolah selalu ada yang membuatnya selalu terjaga, sehingga ada saja yang ia ingin kerjakan, mulai dari mencari papan untuk alas tempat tidur tingkat kamar belakang sampai mengepel lantai dengan tumpahan air minum yang ia sengaja tuangkan. Dulu memang ia tak kenal waktu untuk mengerjakan sesuatu, serba teliti, haruslah baik segala sesuatunya, seperti jika masih ada kerut di baju atau celananya biar sedikit, ia memilih untuk menyetrika kembali sendiri berulang-ulang, sampai disaat seperti sekarang ini, masihlah seperti itu, sedikit kerut di sarungnya, urung dipakainya.
Begitulah sedikit takjub kulihat ia sedikit berbeda dari tahun sebelumnya, tapi kebahagiaannya ketika melihatku muncul didepan halaman ketika awal datang membuatku terenyuh betapa rasa sayangnya tak pernah berubah biar sedikit, seolah berbicara memohon untuk ku tidak lupa kepadanya biar sesaat, dimanapun aku bertempat, kapanpun. Dari semua hal yang pernah kami lakukan bersama, dia kini seolah memperlihatkan dan mengajarkan bagaimana kelak pasti aku akan menjadi seorang yang tua renta sepertinya, tidaklah hidup ini terlalu gemerlap untuk patut dihabiskan tanpa mempersiapkan apa-apa, mengingat singkat kalimat yang dulu ia tuturkan bahwa mengetahui mana yang baik dan buruk dalam hidup tidaklah cukup...

Tasman Hadi Pranoto

Minal Aidin wal Faidzin..
Taqabbalallaahu minna wa minkum taqabbal yaa kariim. shiyamana wa shiyamakum. kullu aamin wa antum bi khaiir... ^^
Hadi S.T

this i wrote last year, hopefully i still have the same one for this Ramadhan..even better.