titiknolzero's Ramadhan expedition l
Kulihat bulu matanya bergeming oleh kelopaknya yang
bergetar, sedikit basah ditepi kerutan karena air matanya yang selalu
menggenang dan sesekali mengalir turun, mulutnya yang sudah tak bergigi
bergerak-gerak mengamini setiap doa yang didengar dari masjid seberang kidul
rumah..aku duduk bersebelahan seperti tahun-tahun sebelumnya, tapi dia sudah
tak banyak bicara, seperti malu dengan apa yang ada pada dirinya saat ini,
meski dari matanya aku tahu dia ingin sekali banyak berkata-kata seperti tahun
yang sudah-sudah, bertanya mengenai seperti apa aku sekarang dan bagaimana
sebagainya dikota sana, kita seolah hanya duduk sebagai dua orang laki-laki
sama dewasa yang sedang menunjukan ketangguhan masing-masing...
Disebuah kota kecil yang telah banyak membesarkan
orang-orang besar yang meninggalkannya. Hampir ku ulang-ulang selama lebih dari
10 tahun untuk kembali mengunjungi, selepas batas kota Jakarta dan menyusuri
arah yang sama karena tak pernah sekalipun ada jalur lain yang dibuat setelah
sekian puluh tahun lamanya negeri ini merdeka, kemudian kusebut sebagai 'jalur
mutlak', rute yang mana hanya ada satu-satunya terowongan terpanjang
diantaranya yang menjadi indikator bahwa kota tujuanku sudahlah dekat,
''Terowongan Hijau'' (baca:ijo) - bukanlah arti dari warna yang menjadi
wallpaper di terowongan tersebut adalah hijau, strip hijau, hijau polkadot,
hijau kotak-kotak atau hijau sebagainya, karena sepanjang terowongan yang
kulihat setiap berkereta semenjak kecil hingga kini hanya gelap gulita, tidak
juga terkait nama band yang sempat menjadi booming sesaat, karena jelas-jelas
dia sudah ada pada jaman di saat Governor General Herman Willem Daendels
membuka jalur pos (De Grote Postweg) Anyer-Panarukan dengan darah para
bumiputra sebagai tumbalnya, tapi entah alasan apa diberikan namanya demikian.
Jika ku berkesempatan mendapati siang hari diperjalanan, dapatlah sekilas
kulihat bocah-bocah kecil bersorak disungai-sungai sepanjang jalan membentang
meminta receh dengan kalimat bahasa yang cenderung hapalan diulang-ulang
berlogat kental daerah seperti kaset rusak;
''would
you please to hand me some pence my lord?'',
rasa-rasanya tidak sekeren itu juga.
![]() | |
| anak sungai |
![]() |
| Terowongan ijo |
![]() |
| ijo |
Ada saatnya kereta menjadi berjalan perlahan, ada daerah
yang berkontur dataran tinggi dengan pemandangan yang aduhai elok dipandang -
'Bumi Ayu', pada jalur ini kereta akan berkelok perlahan menanjak seolah
memberi kesempatan bagi passenger-nya bernikmat-nikmat sejenak sambil membatin subhanallah. Disini, dapat terlihat
rapih berjajar sawah ''sengkedan'' (dalam bahasa dikenal Terasering atawa sawah
tadah hujan) dengan sistem irigasi seperti punden berundak, pohon2
berlomba-lomba meninggi di lembah dan ngarai mengiring anak-anak sungai yang
jernih dan bergemericik airnya, kabut yang seolah runtuh memayung perbukitan,
dan jika waktu fajar/senja maka dapatlah terlihat lembayung matahari ke-emasan
'memerah' (e' pertama dibaca seperti membaca 'elang, e' kedua seperti membaca
'enak). Jika kuintip keluar melalui jendela terbuka, maka dapatlah terlihat
ekor kereta berkelok melenggok patuh mengikuti sang lokomotif yang
meraung-raung dengan cerutu berasap, kalau dulu sih masih ku percaya diri untuk
berteriak-teriak kegirangan, coba sekarang, pastilah segera diamuk masa..bagian
ini yang terfavorit dan juga kerap mengingatkanku pada seorang teman kecil
dulu, gadis tomboy dengan rambut panjangnya yang tak pernah terurus. Tiap
kuintip keluar jendela kereta, tak mau kalah ia lebih heboh mendesak-desak dan
keras bersorak, rambut megaloman-nya menghalangi ruang pandang serta menggaruk-garuk
wajahku tertiup angin membuat iritasi hidung dan mata, suara kalengnya bikin
telinga pekak dan mengundang perhatian penumpang segerbong, teriakannya membuat
mereka berfikir ada anak yang terjepit batang lehernya dijendela, seperti itu
terus tiap kali keluarga kita berdua bersama berkereta, mungkin cuma aku saja
teman yang masih saja memaklumi kelakuan tak wajarnya saat itu, tapi kini
kuyakin pasti dia berubah wujud menjadi gadis manis lembut perangai halus tutur
idaman tiap lelaki.
![]() | ||
| bumi ayu senja |
Seperti itu kira-kira serba-serbi berkereta yang sebenarnya
lebih beragam kisahnya, kurang lebih 8 jam perjalanan jika tanpa macet dan
kempes ban maka segalanya aman sampai ditujuan, setibanya kereta bekas negri
orang yang kutunggangi ditempat tujuan, kujejakan kaki kiri lebih dulu
(mengikuti prinsip kaki mana duluan tergantung arah kereta jalan) di peron
melangkah keluar stasiun sambil berucap Alhamdulillah,... kupuaskan hati untuk
mrnghirup udara khasnya senikmat aku bisa, sejuk beraroma dedaunan rimbun
berseling sedikit bau telpong (istilah untuk kotoran kuda), akan menjadi asing
dan tidak sedap bagi yang tidak sempat atau tidak pernah besar dan tumbuh
dikota ini, namun bagi yang pernah, ini adalah aroma khas yang sangat mungkin
dapat membangkitkan ingatan gairah masa kecil penuh gelora, disertai
bunyi-bunyian tapal kaki kuda menjejak aspal menjadikan suasana semakin berasa
ke-desaanya, sesekali pak delman menawarkan jasa duduk-antar dengan bahasa
kedaerahan yang halus maknawinya;
''need a
ride?''
rasa-rasanya tidak begitu juga, tapi lebih kepada bahasa
yang membuat si komunikan merasa bahwa diantara mereka ada yang berstatus
sosial lebih tinggi dari yang lainnya - Kromo
Inggil, terminologi yang pernah kutemukan di sosiologi anthtropologi SMA
dan dibuktikan dengan penuturan mbah Kakung-Uti. Kemudian ada juga bapak
penggenjot becak yang tidak kalah sopan mem-prospek calon penumpang dengan topi
camping yang disematkan didada sebagai tanda hormat (bagi yang memakainya),
tapi ternyata belakangan ada juga tukang ojek jika ingin lebih cepat sampai
tujuan.
Secara pribadi, dari ketiga tersebut lebih kupilih becak,
lebih ramah lingkungan, lebih mendramatisir suasana dalam menikmati perjalanan,
dan itung-itung sedikit bersedekah dengan memberi lebih dari tarif yang
ditentukan, karena secara logika, tukang becak (maaf) terasa menempati status
sosial terendah ketimbang lainnya,..beberapa film/cerita pasti menyertakan
tukang becak sebagai simbolik dari kemiskinan dan pihak yang menarik simpatik.
![]() | |
| kebumen |
Terlepas dari itu semua, perjalanan panjang dan penuh nikmat
tersebut kulalui hanya untuk memenuhi hasrat tertabung selama hampir 1 tahun
dan ter-debet pada momentum tertinggi ini, lebaran bersama keluarga besar dan
sanak saudara sekaligus kembali menilik sedikit dari mana aku dulunya berawal..
Ada sosok yang berjasa dalam manifes keberadaanku, beberapa
sudah berkalang tanah namun beberapa yang masih ada, dan menjadi salah 1 alasan
mengapa ada beberapa nama dalam tiap doa kupanjatkan.
Sosok sepuh saat ini yang menjadi pangkal dari akar historis
keluarga besar, adalah beliau yang nama tengahnya menjadi nama awalan bagiku,
dan nama awalnya menjadi nama penghormatan bagi nama belakangku...
Waktu kecilku bersamanya yang singkat dulu adalah saat
dimana banyak beliau memperlihatkan dan seolah mengajarkan tentang bagaimana
jika menjadi seseorang lelaki dewasa, kakak, ayah dan sekaligus kakek, pemimpin
bagi keluarga, dan tauladan bagi saudara..Ketegasannya sebagai simbol betapa
besar amanah yang sedang di emban, keuletan dan kejujuranya adalah kesadaran
akan sebuah tanggung jawab yang selalu dia perjuangkan. Kerja kerasnya, sejarah
kebesarannya, merupakan ilmu yang tak pernah menggurui namun akan memberikan
banyak hikmah jika aku bisa berguru kepadanya, sisanya kuanggap sebagai salah satu
unsur pemenuh yang manusiawi... adalah ayah dari 8 anak dan 16 cucu yang saat
ini kudapati telah renta keadaanya, kali kesempatan terakhir tahun lalu kulihat
ia masih tegap dan pandai mengurut kronologis cerita masa bersejarah dalam
hidupnya - tahun, bulan, hari, weton masih lengkap disertakan, tapi sekarang
mengurut nama anaknya saja sudah bukan hal mudah, lantang dan jelas suaranya
kini menjadi parau serta gemetar terdengar, meski demikian ia bersikeras masih
merasa sesehat dan se-prima sebelumnya, bercerita sebisanya meski kemudian
melantur entah kemana..lalu dia hanya tertawa merasa lucu sendiri, sedikit
menyadari ke-pikunanya, aku pun tersenyum sedikit sambil menahan sesuatu di
batin. untuk berjalan, ia meraih lenganku untuk menopang...menyeret kaki bergantian
perlahan, kalau dulu kuingat, aku yang dititah belajar jalan, kini ia seolah
meminta kembali jasanya untuk kupapah kemana ia inginkan, ada kalanya ditengah
malam berkeras meminta pergi keluar - yang menjadi kebiasaanya dulu setelah
selesai mendengarkan kisah wayang dari siaran radio setempat, tentu saja harus
kualihkan agar mau tidur kembali. Ingatannya seperti hilang sebentar-sebentar,
selalu merasa belum makan padahal baru habis 1 piring nasi lengkap beserta
penyertanya, repotnya tiap makanan haruslah dilembutkan sebelum bisa ia telan,
jadi ingat kecilku disuap makan nasi tim, kini kembali ia minta jasanya dulu.
Kendur kulitnya ketika kupijat serasa tak berotot, jika dulu ku diberi tajin
agar kencang dan montok, maka tidak berlaku baginya. Banyak hal berbeda yang ia
tunjukan, tapi masih ada yang tidak berubah, meski harus dipapah dan lamban
bergerak, ia bersikeras untuk tetap sholat berdiri, terkadang lupa berapa
rakaat sudah dia jalani, bingung apakah sudah sujud atau baru akan ruku, sudah
selesai salam kemudian berdiri tiba-tiba kembali takbiratul ikhram, lainnya
memaksa untuk tetap makan sahur dan puasa seperti sedia kala,..
![]() |
| Radio yang biasa dipakai untuk mendengarkan siaran Wayang |
Sepertinya ia lelah, tapi seolah selalu ada yang membuatnya
selalu terjaga, sehingga ada saja yang ia ingin kerjakan, mulai dari mencari
papan untuk alas tempat tidur tingkat kamar belakang sampai mengepel lantai
dengan tumpahan air minum yang ia sengaja tuangkan. Dulu memang ia tak kenal
waktu untuk mengerjakan sesuatu, serba teliti, haruslah baik segala sesuatunya,
seperti jika masih ada kerut di baju atau celananya biar sedikit, ia memilih
untuk menyetrika kembali sendiri berulang-ulang, sampai disaat seperti sekarang
ini, masihlah seperti itu, sedikit kerut di sarungnya, urung dipakainya.
Begitulah sedikit takjub kulihat ia sedikit berbeda dari
tahun sebelumnya, tapi kebahagiaannya ketika melihatku muncul didepan halaman
ketika awal datang membuatku terenyuh betapa rasa sayangnya tak pernah berubah
biar sedikit, seolah berbicara memohon untuk ku tidak lupa kepadanya biar sesaat,
dimanapun aku bertempat, kapanpun. Dari semua hal yang pernah kami lakukan
bersama, dia kini seolah memperlihatkan dan mengajarkan bagaimana kelak pasti
aku akan menjadi seorang yang tua renta sepertinya, tidaklah hidup ini terlalu
gemerlap untuk patut dihabiskan tanpa mempersiapkan apa-apa, mengingat singkat
kalimat yang dulu ia tuturkan bahwa mengetahui mana yang baik dan buruk dalam
hidup tidaklah cukup...
![]() |
| Tasman Hadi Pranoto |
Minal Aidin wal Faidzin..
Taqabbalallaahu minna wa minkum taqabbal yaa kariim.
shiyamana wa shiyamakum. kullu aamin wa antum bi khaiir... ^^
Hadi S.T
this i wrote last year, hopefully i still have the same one for this Ramadhan..even better.





.jpg)
.jpg)
.jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar