Senin, 23 Juli 2012

"titiknolzero's Ramadhan expedition l" (last year)


titiknolzero's Ramadhan expedition l

by Hadi Tasmanon Monday, August 29, 2011 at 3:11pm 

Kulihat bulu matanya bergeming oleh kelopaknya yang bergetar, sedikit basah ditepi kerutan karena air matanya yang selalu menggenang dan sesekali mengalir turun, mulutnya yang sudah tak bergigi bergerak-gerak mengamini setiap doa yang didengar dari masjid seberang kidul rumah..aku duduk bersebelahan seperti tahun-tahun sebelumnya, tapi dia sudah tak banyak bicara, seperti malu dengan apa yang ada pada dirinya saat ini, meski dari matanya aku tahu dia ingin sekali banyak berkata-kata seperti tahun yang sudah-sudah, bertanya mengenai seperti apa aku sekarang dan bagaimana sebagainya dikota sana, kita seolah hanya duduk sebagai dua orang laki-laki sama dewasa yang sedang menunjukan ketangguhan masing-masing...

Disebuah kota kecil yang telah banyak membesarkan orang-orang besar yang meninggalkannya. Hampir ku ulang-ulang selama lebih dari 10 tahun untuk kembali mengunjungi, selepas batas kota Jakarta dan menyusuri arah yang sama karena tak pernah sekalipun ada jalur lain yang dibuat setelah sekian puluh tahun lamanya negeri ini merdeka, kemudian kusebut sebagai 'jalur mutlak', rute yang mana hanya ada satu-satunya terowongan terpanjang diantaranya yang menjadi indikator bahwa kota tujuanku sudahlah dekat, ''Terowongan Hijau'' (baca:ijo) - bukanlah arti dari warna yang menjadi wallpaper di terowongan tersebut adalah hijau, strip hijau, hijau polkadot, hijau kotak-kotak atau hijau sebagainya, karena sepanjang terowongan yang kulihat setiap berkereta semenjak kecil hingga kini hanya gelap gulita, tidak juga terkait nama band yang sempat menjadi booming sesaat, karena jelas-jelas dia sudah ada pada jaman di saat Governor General Herman Willem Daendels membuka jalur pos (De Grote Postweg) Anyer-Panarukan dengan darah para bumiputra sebagai tumbalnya, tapi entah alasan apa diberikan namanya demikian. Jika ku berkesempatan mendapati siang hari diperjalanan, dapatlah sekilas kulihat bocah-bocah kecil bersorak disungai-sungai sepanjang jalan membentang meminta receh dengan kalimat bahasa yang cenderung hapalan diulang-ulang berlogat kental daerah seperti kaset rusak;
''would you please to hand me some pence my lord?'', rasa-rasanya tidak sekeren itu juga.

anak sungai 
Terowongan ijo

ijo
Atau selain itu ada juga wanita-wanita muda cantik belia/tua renta berbalut selendang tipis bermandi disela-sela bebatuan besar sungai bawah jembatan tempat keretaku berlalu, biasanya hanya senyum memandang sambil memegang erat selendangnya, tapi sepertinya tidak berharap diberikan uang receh untuk kemudian menjadi bersedia menyibaknya sejenak, belum pernah kutemui yang seperti itu sih,.. Sisanya hanya kerbau berkubang bersama sang tuan yang memanggul ikat rerumputan, bebek-bebek yang terpana dihipnotis gembalanya, atau...muda-mudi yang merekam lewatnya tiap kereta dengan Hp mereka dan merupakan fenomena yang baru kulihat saat ini semenjak 10 tahun terakhir berkereta.
Ada saatnya kereta menjadi berjalan perlahan, ada daerah yang berkontur dataran tinggi dengan pemandangan yang aduhai elok dipandang - 'Bumi Ayu', pada jalur ini kereta akan berkelok perlahan menanjak seolah memberi kesempatan bagi passenger-nya bernikmat-nikmat sejenak sambil membatin subhanallah. Disini, dapat terlihat rapih berjajar sawah ''sengkedan'' (dalam bahasa dikenal Terasering atawa sawah tadah hujan) dengan sistem irigasi seperti punden berundak, pohon2 berlomba-lomba meninggi di lembah dan ngarai mengiring anak-anak sungai yang jernih dan bergemericik airnya, kabut yang seolah runtuh memayung perbukitan, dan jika waktu fajar/senja maka dapatlah terlihat lembayung matahari ke-emasan 'memerah' (e' pertama dibaca seperti membaca 'elang, e' kedua seperti membaca 'enak). Jika kuintip keluar melalui jendela terbuka, maka dapatlah terlihat ekor kereta berkelok melenggok patuh mengikuti sang lokomotif yang meraung-raung dengan cerutu berasap, kalau dulu sih masih ku percaya diri untuk berteriak-teriak kegirangan, coba sekarang, pastilah segera diamuk masa..bagian ini yang terfavorit dan juga kerap mengingatkanku pada seorang teman kecil dulu, gadis tomboy dengan rambut panjangnya yang tak pernah terurus. Tiap kuintip keluar jendela kereta, tak mau kalah ia lebih heboh mendesak-desak dan keras bersorak, rambut megaloman-nya menghalangi ruang pandang serta menggaruk-garuk wajahku tertiup angin membuat iritasi hidung dan mata, suara kalengnya bikin telinga pekak dan mengundang perhatian penumpang segerbong, teriakannya membuat mereka berfikir ada anak yang terjepit batang lehernya dijendela, seperti itu terus tiap kali keluarga kita berdua bersama berkereta, mungkin cuma aku saja teman yang masih saja memaklumi kelakuan tak wajarnya saat itu, tapi kini kuyakin pasti dia berubah wujud menjadi gadis manis lembut perangai halus tutur idaman tiap lelaki.
bumi ayu senja

bumi ayu

Seperti itu kira-kira serba-serbi berkereta yang sebenarnya lebih beragam kisahnya, kurang lebih 8 jam perjalanan jika tanpa macet dan kempes ban maka segalanya aman sampai ditujuan, setibanya kereta bekas negri orang yang kutunggangi ditempat tujuan, kujejakan kaki kiri lebih dulu (mengikuti prinsip kaki mana duluan tergantung arah kereta jalan) di peron melangkah keluar stasiun sambil berucap Alhamdulillah,... kupuaskan hati untuk mrnghirup udara khasnya senikmat aku bisa, sejuk beraroma dedaunan rimbun berseling sedikit bau telpong (istilah untuk kotoran kuda), akan menjadi asing dan tidak sedap bagi yang tidak sempat atau tidak pernah besar dan tumbuh dikota ini, namun bagi yang pernah, ini adalah aroma khas yang sangat mungkin dapat membangkitkan ingatan gairah masa kecil penuh gelora, disertai bunyi-bunyian tapal kaki kuda menjejak aspal menjadikan suasana semakin berasa ke-desaanya, sesekali pak delman menawarkan jasa duduk-antar dengan bahasa kedaerahan yang halus maknawinya;
''need a ride?''
rasa-rasanya tidak begitu juga, tapi lebih kepada bahasa yang membuat si komunikan merasa bahwa diantara mereka ada yang berstatus sosial lebih tinggi dari yang lainnya - Kromo Inggil, terminologi yang pernah kutemukan di sosiologi anthtropologi SMA dan dibuktikan dengan penuturan mbah Kakung-Uti. Kemudian ada juga bapak penggenjot becak yang tidak kalah sopan mem-prospek calon penumpang dengan topi camping yang disematkan didada sebagai tanda hormat (bagi yang memakainya), tapi ternyata belakangan ada juga tukang ojek jika ingin lebih cepat sampai tujuan.
Secara pribadi, dari ketiga tersebut lebih kupilih becak, lebih ramah lingkungan, lebih mendramatisir suasana dalam menikmati perjalanan, dan itung-itung sedikit bersedekah dengan memberi lebih dari tarif yang ditentukan, karena secara logika, tukang becak (maaf) terasa menempati status sosial terendah ketimbang lainnya,..beberapa film/cerita pasti menyertakan tukang becak sebagai simbolik dari kemiskinan dan pihak yang menarik simpatik.

kebumen
Terlepas dari itu semua, perjalanan panjang dan penuh nikmat tersebut kulalui hanya untuk memenuhi hasrat tertabung selama hampir 1 tahun dan ter-debet pada momentum tertinggi ini, lebaran bersama keluarga besar dan sanak saudara sekaligus kembali menilik sedikit dari mana aku dulunya berawal..
Ada sosok yang berjasa dalam manifes keberadaanku, beberapa sudah berkalang tanah namun beberapa yang masih ada, dan menjadi salah 1 alasan mengapa ada beberapa nama dalam tiap doa kupanjatkan.
Sosok sepuh saat ini yang menjadi pangkal dari akar historis keluarga besar, adalah beliau yang nama tengahnya menjadi nama awalan bagiku, dan nama awalnya menjadi nama penghormatan bagi nama belakangku...
Waktu kecilku bersamanya yang singkat dulu adalah saat dimana banyak beliau memperlihatkan dan seolah mengajarkan tentang bagaimana jika menjadi seseorang lelaki dewasa, kakak, ayah dan sekaligus kakek, pemimpin bagi keluarga, dan tauladan bagi saudara..Ketegasannya sebagai simbol betapa besar amanah yang sedang di emban, keuletan dan kejujuranya adalah kesadaran akan sebuah tanggung jawab yang selalu dia perjuangkan. Kerja kerasnya, sejarah kebesarannya, merupakan ilmu yang tak pernah menggurui namun akan memberikan banyak hikmah jika aku bisa berguru kepadanya, sisanya kuanggap sebagai salah satu unsur pemenuh yang manusiawi... adalah ayah dari 8 anak dan 16 cucu yang saat ini kudapati telah renta keadaanya, kali kesempatan terakhir tahun lalu kulihat ia masih tegap dan pandai mengurut kronologis cerita masa bersejarah dalam hidupnya - tahun, bulan, hari, weton masih lengkap disertakan, tapi sekarang mengurut nama anaknya saja sudah bukan hal mudah, lantang dan jelas suaranya kini menjadi parau serta gemetar terdengar, meski demikian ia bersikeras masih merasa sesehat dan se-prima sebelumnya, bercerita sebisanya meski kemudian melantur entah kemana..lalu dia hanya tertawa merasa lucu sendiri, sedikit menyadari ke-pikunanya, aku pun tersenyum sedikit sambil menahan sesuatu di batin. untuk berjalan, ia meraih lenganku untuk menopang...menyeret kaki bergantian perlahan, kalau dulu kuingat, aku yang dititah belajar jalan, kini ia seolah meminta kembali jasanya untuk kupapah kemana ia inginkan, ada kalanya ditengah malam berkeras meminta pergi keluar - yang menjadi kebiasaanya dulu setelah selesai mendengarkan kisah wayang dari siaran radio setempat, tentu saja harus kualihkan agar mau tidur kembali. Ingatannya seperti hilang sebentar-sebentar, selalu merasa belum makan padahal baru habis 1 piring nasi lengkap beserta penyertanya, repotnya tiap makanan haruslah dilembutkan sebelum bisa ia telan, jadi ingat kecilku disuap makan nasi tim, kini kembali ia minta jasanya dulu. Kendur kulitnya ketika kupijat serasa tak berotot, jika dulu ku diberi tajin agar kencang dan montok, maka tidak berlaku baginya. Banyak hal berbeda yang ia tunjukan, tapi masih ada yang tidak berubah, meski harus dipapah dan lamban bergerak, ia bersikeras untuk tetap sholat berdiri, terkadang lupa berapa rakaat sudah dia jalani, bingung apakah sudah sujud atau baru akan ruku, sudah selesai salam kemudian berdiri tiba-tiba kembali takbiratul ikhram, lainnya memaksa untuk tetap makan sahur dan puasa seperti sedia kala,..

Radio yang biasa dipakai untuk mendengarkan siaran Wayang

Sepertinya ia lelah, tapi seolah selalu ada yang membuatnya selalu terjaga, sehingga ada saja yang ia ingin kerjakan, mulai dari mencari papan untuk alas tempat tidur tingkat kamar belakang sampai mengepel lantai dengan tumpahan air minum yang ia sengaja tuangkan. Dulu memang ia tak kenal waktu untuk mengerjakan sesuatu, serba teliti, haruslah baik segala sesuatunya, seperti jika masih ada kerut di baju atau celananya biar sedikit, ia memilih untuk menyetrika kembali sendiri berulang-ulang, sampai disaat seperti sekarang ini, masihlah seperti itu, sedikit kerut di sarungnya, urung dipakainya.
Begitulah sedikit takjub kulihat ia sedikit berbeda dari tahun sebelumnya, tapi kebahagiaannya ketika melihatku muncul didepan halaman ketika awal datang membuatku terenyuh betapa rasa sayangnya tak pernah berubah biar sedikit, seolah berbicara memohon untuk ku tidak lupa kepadanya biar sesaat, dimanapun aku bertempat, kapanpun. Dari semua hal yang pernah kami lakukan bersama, dia kini seolah memperlihatkan dan mengajarkan bagaimana kelak pasti aku akan menjadi seorang yang tua renta sepertinya, tidaklah hidup ini terlalu gemerlap untuk patut dihabiskan tanpa mempersiapkan apa-apa, mengingat singkat kalimat yang dulu ia tuturkan bahwa mengetahui mana yang baik dan buruk dalam hidup tidaklah cukup...

Tasman Hadi Pranoto

Minal Aidin wal Faidzin..
Taqabbalallaahu minna wa minkum taqabbal yaa kariim. shiyamana wa shiyamakum. kullu aamin wa antum bi khaiir... ^^
Hadi S.T

this i wrote last year, hopefully i still have the same one for this Ramadhan..even better. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar